Perbaikan Manajemen Perkandangan dan Pemberian Pakan Dalam Menekan Kejadian Diare di Instalasi Ternak Babi BPTUHPT Siborongborong
PERBAIKAN MANAJEMEN PERKANDANGAN DAN PEMBERIAN PAKAN DALAM MENEKAN KEJADIAN DIARE DI INSTALASI TERNAK BABI BPTUHPT SIBORONGBORONG
Matius D.S., Nico S., Juniarti M. H., Andika Y.T., Theresia A.N.M.
BALAI PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL DAN HIJAUAN PAKAN TERNAK SIBORONGBORONG
ABSTRAK
Ternak babi merupakan sejenis hewan ungulata yang bermoncong panjang, berleher panjang dan aslinya merupakan hewan yang berasal dari Eurasia. Keberhasilan suatu peternakan babi ditentukan oleh beberapa faktor yaitu bangsa-bangsa babi jenis unggul yang mampu mengkonversikan makanan secara efisien; pakan bermutu tinggi; tatalaksana/ manajemen pencegahan penyakit; sanitasi dan pemberantasan penyakit serta faktor pemasaran. Yang sering menjadi masalah utama dalam peternakan babi selama masa kelahiran adalah tingginya angka kematian anak babi karena diare sehingga jumlah sapihan menurun yang akhirnya menurunkan produksi peternakan.
Beberapa data dan dokumentasi terkait dengan manajemen pemeliharaan, database ternak babi serta data hasil uji laboratorium Balai Veteriner Medan. Metodenya dengan menganalisa hasil dokumentasi dan database ternak babi serta data hasil uji laboratorium Balai Veteriner Medan. Angka mortalitas yang terjadi lebih dari 40% disebabkan oleh faktor gangguan pencernaan/ scours/colibacilosis, faktor lainnya lebih rendah yaitu defiensi air susu, mati lahir, tertimpa induk dan lain – lain. Dari hasil pengamatan 18,1% dari anak babi mati selama periode menyusu hingga 8 minggu adalah 25,9 %, 6% diantaranya mati lahir dan 15 % mati selama seminggu pertama. Faktor higienis, sanitasi kandang dan manajemen pakan dapat memengaruhi tingkat kejadian penyakit diare (scours) dan factor – factor tersebut dapat dihindari dengan memperbaiki manjemen pemeliharaan dan manajemen pemberian pakan yang optimal dengan menggunakan kandang farrowing crate.
Pencegahan penyakit diare dapat dicegah dengan tindakan preventif, salah satunya yaitu dengan penggunaan kandang jepit farrowing crate. Kandang jenis ini terhindar dari lantai yang lembab dan dingin, terdapat penghangat (brooder) untuk anak babi (piglets), ada tempat pemisah antara kandang anak babi dengan kandang induk, tempat pakan dan air minum anak babi dan induk yang terpisah, dengan itu maka diharapkan dapat menekan angka kematian pada anak babi (piglets).
Kata kunci : diare, anak babi, managemen pemeliharaan, manajemen pemberian pakan dan farrowing crate
IMPROVEMENT OF SWINE MANAGEMENT AND FEEDING MANAGEMENT TO DECREASE CASE OF DIARRHEA IN SWINE BREEDING CENTER OF BPTUHPT SIBORONGBORONG
ABSTRACT
Swines were a kind of ungulate, long snout, long necked and pigs originating from Eurasia. The goal of a pig farm is determined by several factors of quality breed pigs that were able to convert food efficiently; high quality feed; management of disease considerations; sanitation and eradication of diseases and marketing factors. The problems had been often occurs in pig farm during births is the death rate is high of piglets caused by scours, so that count of weaning number decreases until ultimately reduces livestock production.
Some data and documentation related to piglet management, pig farm database and laboratory test results Balai Veteriner Medan. The method was by analyzing the results of the documentation and database of swines and the laboratory test results of Balai Veteriner Medan. Mortality rate that occurs more than 40% is caused by factors of scours / colibacilosis, other factors are lower rate is milk deficiency, dead born, stricken by the sow and others. From the observations 18.1% of the piglets died during the breastfeeding period up to 8 weeks wqs 25.9%, 6% of piglets dead born and 15% died during the first week. Hygiene factors, cage sanitation and feed management could influence of incidence diarrhea diseases (scours) and these factors could be avoided by improving piglets management and optimal feeding management used farrowing crate.
Diarrhea can be prevented, one of which is the use of farrowing crate. This type of cage is protected from cold and damp floors, there were brooders for piglets, there was a separation place between piglets cages and cow cages, separate feed and drinking water for piglets and sow, so it was expected that could reduce mortality in piglets.
Keywords : diarrhea, piglet, piglets management, feeding management and farrowing crate
PENDAHULUAN
Ternak babi merupakan sejenis hewan ungulata yang bermoncong panjang, berleher panjang dan aslinya merupakan hewan yang berasal dari Eurasia. Ternak babi juga merupakan salah satu ternak yang paling banyak dipelihara masyarakat Indonesia untuk menunjang perekonomian dan keperluan keagamaan serta kegiatan adat istiadat.
Keberhasilan suatu peternakan babi ditentukan oleh beberapa faktor yaitu bangsa-bangsa babi jenis unggul yang mampu mengkonversikan makanan secara efisien; pakan bermutu tinggi; tatalaksana/ manajemen pencegahan penyakit; sanitasi dan pemberantasan penyakit serta faktor pemasaran.
Yang sering menjadi masalah utama dalam peternakan babi selama masa kelahiran adalah tingginya angka kematian anak babi karena diare sehingga jumlah sapihan menurun yang akhirnya menurunkan produksi peternakan (Siregar, 2000).
Usaha peternakan tidak bisa terlepas dari konsep “segitiga emas”, yaitu breeding, feeding, and management, termasuk usaha peternakan di era modern. Pembibitan ternak menjadi pilar penting dalam usaha peternakan mengingat pembibitan adalah suatu kegiatan pemeliharaan ternak dengan tujuan utama pembibitan ternak.
Pembibitan adalah kegiatan budidaya yang menghasilkan bibit ternak untuk keperluan sendiri atau diperjualbelikan. Pemeliharaan ternak babi bisa bersifat instensif dan ekstensif. Manajemen pemeliharaan intensif yang baik sangat perlu untuk menunjang produktifitas serta kesehatan ternak babi tersebut. Manajemen pemeliharaan pada ternak babi tidak terlepas dari kendala yang dihadapi, salah satunya yaitu berjangkitnya agen penyakit yang menyerang ternak.
Pakan adalah salah satu faktor penting dalam usaha peternakan. Biaya pakan dalam usaha peternakan dapat mencapai 60 - 80% dari total biaya produksi. Oleh sebab itu nutrisi yang cukup untuk ternak diperlukan dalam manajemen pemberian pakan. Ternak babi memerlukan nutrisi pakan yang seimbang untuk kebutuhan produksi dan reproduksi. Ketidakseimbangan nutrisi dalam pakan akan memperlambat pertumbuhan dan performance. Manajemen pemberian pakan yang baik berpengaruh terhadap tingkat kesehatan anak babi (piglet).
Pre starter adalah anak babi yang belum lepas sapih yang berusia 15 s/d 45 hari. Anak babi pada usia tersebut rentan terkena diare bila tidak dilaksanakan manajemen pemberian pakan yang baik. Selain itu kejadian penyakit ini dipicu oleh faktor sanitasi kandang yang jelek, babi dalam kondisi stres atau anak babi kurang mendapat kolostrum.
Angka mortalitas yang terjadi lebih dari 60% disebabkan oleh faktor induk dan pengaruh dari rendahnya produksi susu dari induk. Dari hasil pengamatan 18,1% dari anak lahir mati selama periode menyusu, ditindih oleh induk 48,7 %, perawatan yang kurang baik 22,1 %, diare 9,1 % dan yang kekurangan susu 8 %, kurang darah dan kedinginan 5,2 %, di gigit induk 1,9 % dan kecelakaan lain 1,3 % dan tidak di ketahui sebabnya 3,7 %, kematian ini kebanyakan terjadi pada periode berbahaya 3 hari setelah anak babi dilahirkan. Suatu hasil survey juga melaporkan bahwa kematian anak babi hingga 8 minggu adalah 25,9 %, 6 % diantaranya mati lahir dan 15 % mati selama seminggu pertama, oleh karena itu perlu adanya manajemen kesehatan yang baik terhadap anak babi (piglets) (Nangoy, 2015).
Anak babi yang baru lahir merupakan mahluk yang sangat lemah dan peka terhadap penyakit serta "stress" lingkungan, terutama selama masa kritis. Oleh karena itu peternak biasanya mengadakan perlakuan khusus untuk melindungi anak babi agar terhindar dari kematian (Sinurat, 1979). Salah satu penyebab medis kematian pada anak babi tersebut adalah Scours (diare) pada masa prestarter/ pra sapih.
Diare adalah suatu gejala penyakit enteritis akibat adanya peradangan pada alat pencernaan atau usus. Diare merupakan satu dari penyakit serius yang membahayakan anak babi (Siregar, 2000). Diare sangat umum terjadi pada anak babi umur 2 minggu (Dewi, 2017). Penyakit diare merupakan penyakit yang berbasis lingkungan yang dipengaruhi oleh sanitasi lingkungan, keberadaan vektor dan perilaku manusia (Purwanti dkk, 2016).
Anak babi yang lahir dengan ukuran tubuh lebih kecil akan kalah bersaing untuk mendapat air susu dengan anak babi yang lain, sehingga pertumbuhannya terlambat dan kondisi kesehatannya lebih mudah terinfeksi penyakit khususnya diare. Diare pada anak babi selama menyusu, menimbulkan kematian yang cukup tinggi, terutama pada hari ke-14 dan hari ke-20. (Prasetyo, 2013).
MATERI DAN METODE
Beberapa data dan dokumentasi terkait dengan manajemen pemeliharaan, database ternak babi serta data hasil uji laboratorium Balai Veteriner Medan.
Metodenya dengan menganalisa hasil dokumentasi dan database ternak babi serta data hasil uji laboratorium Balai Veteriner Medan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Anak babi (piglets) yang baru lahir sangat rentan dengan penyakit ini karena daya tahan tubuhnya masih sangat tergantung pada kekebalan tubuh yang didapat dari kolostrum induknya. Selain itu anak babi (piglets) juga rentan kekebalan tubuhnya menurun dengan udara yang terlalu dingin serta lantai yang lembab serta perkandangan yang terhindar dari sinar matahari.
Maka dari itu, hendaknya pemeliharaan induk yang baru melahirkan ditempatkan pada kandang farrowing crate. Kandang farrowing crate merupakan kandang besi jepit panggung, lantai besinya terpisah jarak dengan dasar lantai, tempat pakan induk dan anakan terpisah. Tempat kandang anak masih satu kesatuan dengan kandang indukan tetapi diberi pemisah besi dan ada rongga celah untuk anak babi bisa menyusui ke induknya serta tersedia pemanas (brooder) untuk anakan babi.
Gambar 1. Kandang Farrowing Crate beserta Slat
Dengan penggunaan kandang farrowing crate maka terhindar dari kondisi lantai yang lembab dan dingin. Penggunaan kandang tersebut juga menjaga jarak anak dan induk yang tidak terlalu jauh dan tidak tertindih untuk mendapatkan kolostrum sehinga keseimbangan nutrisi serta kekebalan tubuh anak babi terjaga. Kondisi kandang juga mendukung kesehatan anakan babi karena terdapat pemanas (brooder) yang menjaga suhu optimal untuk anak babi (32 – 35 Cº) pada sekitaran kandang. Dengan demikian, penggunaan kandang farrowing crate diharapkan dapat meningkatkan kesehatan serta kekebalan tubuh anak babi (piglets) sehingga tidak rentan atau terhindar dari penyakit mencret atau diare.
Manajemen pemberian pakan yang baik berpengaruh terhadap tingkat kesehatan anak babi (piglet). Pre starter adalah anak babi yang belum lepas sapih yang berusia 15 s/d 45 hari. Anak babi pada usia tersebut rentan terkena diare bila tidak dilaksanakan manajemen pemberian pakan yang baik. Selain itu kejadian penyakit ini dipicu oleh faktor sanitasi kandang yang jelek, babi dalam kondisi stres atau anak babi kurang mendapat kolostrum.
Anak babi yang belum lepas sapih diberi pakan dengan cara creep feeds. Creep feeding adalah cara pemberian makanan pada anak babi terpisah dari makanan induknya. Creep feeds hendaknya diberikan dalam bentuk kering dan anak babi lebih suka dalam bentuk pellet atau butir– butiran. Jumlah pakan yang diberikan sedikit saja dengan pemberian 2 atau 3 kali sehari agar pakan yang diberikan itu senantiasa baru dan segar dan menggunakan tempat pakan yang terpisah dengan induknya. Selain pakan, pemberian air minum juga harus bersih dan segar yang disajikan tidak bersama-sama dengan air minum untuk induknya.
Gambar 2. Pemberian pakan induk dan anak di lantai
Manajemen pemberian pakan dengan menggunakan tempat pakan terpisah dari induknya merupakan manajemen yang sangat efisien dalam penggunaan pakan, kemungkinan pakan terbuang lebih sedikit dan higienis pakan tetap terjaga dari kontaminasi feses atau rusak karena terinjak oleh ternak babi tersebut.
Gambar 3. Farrowing Crate beserta brooder, slater, feeder untuk anak dan induk
Angka mortalitas yang terjadi lebih dari 40% disebabkan oleh faktor gangguan pencernaan/ scours/colibacilosis, faktor lainnya lebih rendah yaitu defiensi air susu, mati lahir, tertimpa induk dan lain – lain, Sementara menurut Nangoy (2015) yang menyatakan bahwa dari 18,1% dari anak babi mati selama periode menyusu hingga 8 minggu adalah 25,9 %, 6% diantaranya mati lahir dan 15 % mati selama seminggu pertama. G
Gambar 4. Persentase penyebab kematian pada anak babi (piglets)
Mortalitas ternak babi pada phase menyusu sangat tinggi. Hal ini mengakibatkan rendahnya litter sapih (keberhasilan sapih). Data kelahiran ternak babi bulan Agustus sampai dengan Desember 2019 di Instalasi Ternak Babi BPTUHPT Siborongborong adalah 277 ekor (data tidak termasuk umur kelahiran kurang dari 1 hari/ mati lahir), sebanyak 75 ekor (27,08%) anak babi mati sebelum masa sapih/ phase prestarter. Sementara menurut Sinurat (1979) diperkirakan 25 - 30 % dari anak babi yang dilahirkan, tidak mencapai umur disapih dan sekitar 80 - 90% dari kematian tersebut terjadi pada 3 hari atau 4 hari setelah kelahiran. Siregar (2000) menjelaskan penyebab utama diare yakni E.Coli, Salmonella sp, Anemia (yang predesposisinya oleh kekurangan vitamin dan mineral). Sirojudin (2018) juga menyebutkan bahwa diare merupakan gejala klinis dari cacingan. Babi kecil mudah menderita mencret akibat kedinginan, lantai lembab, makanan induk jelek, dan sebagainya atau anak babi terlampau banyak menyusui (Bulu dkk, 2019).
Siregar (2000) menjelaskan kematian anak babi karena diare disebabkan oleh kondisi sanitasi lingkungan yang buruk (cuaca dingin, system perkandangan yang kurang baik, makanan yang tidak seimbang pada induk dan populasi yang terlalu padat).
Gambar 5 Hasil Uji Laboratorium Sampel Balai Veteriner Medan
Diare juga disebabkan oleh infeksi bakteri E. Coli (colibacilosis). Colibacilosis adalah penyakit akut dan menular dengan diare yang encer berwarna kuning keputihan sebagai gejala khasnya. E. Coli pada anak babi dan sapi melekat di sel epitel usus halus (villus), sambil mengeluarkan enterotoksin dan berkembang biak dengan proliferasi sehingga koloninya terus meluas yang akhirnya menimbulkan infeksi. Patogenitas penyakit ini fatal karena bersifat akut. Kematian terbanyak terjadi dalam dua minggu pertama kehidupannya. Kematian ini disebabkan karena hewan kehilangan cairan yang berlebihan. Ketika hewan dilahirkan, saluran pencernaannya tidak mengandung mikroorganisme. Mikro-organisme pertama yang didapat dari lingkungan salah satu diantaranya adalah E. Coli. Penularan penyakit ini dimulai dari keberadaannya dilingkungan yang tertelan masuk bersama makanan yang terkontaminasi, bakteri ini akan dengan mudah melewati lambung karena lambung hewan yang baru lahir pH-nya masih dalam kondisi netral. Sebagai akibat diare terus menerus hewan akan lemah, lesu tidak mau makan/menyusu, daerah perineal kotor oleh feces, mukosa mulut pucat kebiruan, turgor kulit buruk dan akhirnya mati. (Fauzi, 1985).
Diare juga disebabkan oleh adanya defisiensi Fe. Scours (diare/mencret) salah satu gejala klinis dari anemia (defisiensi zat besi / Fe) kronis dan infeksi bakteri Escherichia Coli / Colibacilosis (Bulu dkk, 2019). Prasetyo (2013) menjelaskan bahwa diare berhubungan dengan kekurangan Fe (pada hari ke-3 dan ke-14) dan terlalu cepat mendapat pakan prestarter (pada hari ke-14). Anak babi dilahirkan dengan persediaan kandungan zat besi yang rendah pada tubuhnya sedangkan susu induk tidak cukup kandungan besinya untuk memenuhi kebutuhan anaknya. Akibatnya anak babi sering mengalami anemia karena kekurangan besi, terutama di daerah dingin sedangkan di daerah – daerah tropis kejadiannya agak jarang.
Diare juga berkaitan dengan kasus cacingan (helminthiasis). Infeksi endoparasit merupakan infeksi yang paling umum terjadi pada babi. Beberapa masalah yang terjadi akibat infeksi endoparasit antara lain diare, dehidrasi, penurunan efisiensi pakan, penurunan berat badan dan pertumbuhan. Infeksi endoparasit terdiri dari masalah kecacingan (ascariasis, trichuriasis) dan infeksi protozoa (koksidiosis). Ascariasis pada babi disebabkan Ascaris suum dan trichuriasis pada babi disebabkan Trichuris suis (Komala, 2015).
Oleh karena itu faktor higienis, sanitasi kandang dan manajemen pakan dapat memengaruhi tingkat kejadian penyakit diare (scours) dan factor – factor tersebut dapat dihindari dengan memperbaiki manjemen pemeliharaan dan manajemen pemberian pakan yang optimal dengan menggunakan kandang farrowing crate.
SIMPULAN DAN SARAN
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa manajemen pemeliharaan tanpa menggunakan kandang farrowing crate terdapat lantai yang lembab dan dingin, tidak ada penghangat (brooder) untuk anak babi dapat membuat anak babi rentan terhadap penyakit diare (scours). Manajemen pemberian pakan tanpa menggunakan farrowing crate terdapat tempat pakan induk dan anak sama ditabur dilantai, kondisi seperti ini maka pakan dapat dengan mudah terkontaminasi dan anak babi mudah terinfeksi oleh bakteri penyebab penyakit diare (scours).
Pencegahan penyakit diare dapat dicegah dengan tindakan preventif, salah satunya yaitu dengan penggunaan kandang jepit farrowing crate. Kandang jenis ini terhindar dari lantai yang lembab dan dingin, terdapat penghangat (brooder) untuk anak babi (piglets), ada tempat pemisah antara kandang anak babi dengan kandang induk, tempat pakan dan air minum anak babi dan induk yang terpisah, dengan itu maka diharapkan dapat menekan angka kematian pada anak babi (piglets).
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Z dan Supar. 1994. Dampak Ekonomi Penggunaan Vaksin Escherichia Coli Enterotoksigenik Untuk Pengendalian Kolibasilosis Neonatal Pada Anak Babi. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner Vol. 1 No.1 Tahun 1995.
Besung, I. N. K. 2005. Kejadian Kolibasilosis Pada Anak Babi. Karya Ilmiah. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana Denpasar : Denpasar.
Bulu, P.M, dkk. 2019. Manajemen Kesehatan Pada Ternak Babi di Kelompok Tani Sehati Kelurahan Tuatuka, Kecamatan Kupang Timur, Kabupaten Kupang NTT. Jurnal Pengabdian Masyarakat Peternakan. Vol. 4. No. 2
Bulu, P.M, Wera, E. dan Yuliani, N.S. 2019. Manajemen Kesehatan Pada Ternak Babi di Kelompok Tani Sehati Kelurahan Tuatuka, Kecamatan Kupang Timur, Kabupaten Kupang NTT. Jurnal Pengabdian Masyarakat Peternakan Vol 4 No 2 Hal:164 – 176.
Cantey, J.R., 1985. Infectious Diarrhea. Pathogenesis and Risk Factor. The America Journal of Medicine 78:68.
Dewi, G.A.M.K. 2017. Materi Ilmu Ternak Babi. Fakultas Peternakan Universitas Udayana Denpasar : Denpasar.
Fauzi, M.S. 1985. Ekologi Kuman (Escherichia Coli) Enterotoksigenik dan Kaitannya Dengan Kolibasilosis Anak Babi dan Sapi. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor : Bogor.
Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian. Nomor: 32/Kpts/ KP.430/L/5/2010. Tentang : Pedoman Penanganan, Pemeriksaan dan Pengujian Terhadap Babi dan Produknya.
Komala, D. 2015. Identifikasi Endoparasit Pada Babi (Sus spp.) di Rumah Potong Hewan Kapuk Jakarta Barat. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor : Bogor.
Manik, Y.O. R dan Ginting Garuda. 2018. Sistem Pakar Diagnosa Penyakit Hewan Ternak Babi Dengan Menggunakan Metode Fuzzy Mamdani Berbasis Web. Majalah Ilmiah Inti. Volume 13 Nomor 2, Mei 2018.
Nangoy, M.M., Lapiran, M.T., Najoan, M dan Soputan J.E.M. 2015. Pengaruh Bobot Lahir Dengan Penampilan Anak Babi Sampai Disapih. Jurnal Zootek Vol 35 No 1 Hal : 138 – 150.
Petunjuk Teknis Pengawas Mutu Pakan BPTUHPT Siborongborong Tahun 2019.
Prasetyo, H., Ardana, I.B.K dan Budiasa, M.K. 2013. Studi Penampilan Reproduksi (Litter Size, Jumlah Sapih, Kematian) Induk Babi pada Peternakan Himalaya, Kupang. Indonesia Medicus Veterinus. Vol 2 No 3 Hal : 261 – 268.
Purwanti, E., Selviana dan Arfan, I. Hubungan Sanitasi Kandang, Jarak Kandang, Kepadatan Lalat, Jarak Sumber Air Bersih, Dan Personal Hygiene Dengan Kejadian Diare (Studi Pada Peternak Ayam di Kecamatan Benua Kayong Kabupaten Ketapang). Karya Ilmiah. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pontianak : Pontianak.
Rahardjo, Y., Prambodo, T.E., Siswantoro, D. dan Purnama, F.A. 2002. Mengendalikan Penyakit Penyakit Unggas. Kumpulan Artikel Terpilih Majalah Infovet. Infovet.
Suarjana, I.G.K., Tono, K.P.G, Suwiti, N.K, Apsari,I.A.P. 2016. Pengobatan Penyakit Diare (Kolibasilosis) Pada Babi Dalam Upaya Meningkatkan Produktivitas Ternak Di Desa Sudimara, Tabanan. Jurnal Udayana Mengabdi Vol.15 No.1.
Sinurat, A.P. 1979. Hubungan Antara Berat Lahir Dengan Kematian Anak Babi Selama Masa Kritis. Karya Ilmiah. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor; Bogor.
Siregar, D. 2000. Diare Anak Babi Pada Masa Menyusu (Suatu Studi Kasus di Peternakan Babi Dua Sekawan Desa Tanjung Burung, Tangerang). Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor: Bogor.
Sirojuddin, M.T. 2018. Infeksi Nematoda Gastrointestinal Pada Babi di Kecamatan Lindu, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor : Bogor